A. Pengertian Miliariasis
Ada beberapa pendapat yang mengemukakan tentang pengertian
miliariasis. Berikut ini ada lima definisi dari miliariasis yang
didapat dari berbagai sumber buku yang berbeda, yaitu:
Miliariasis merupakan penyakit kulit yang disebabkan oleh
tertutupnya saluran kelenjar keringat. (Hassan, 1984). Miliariasis
adalah kelainan kulit akibat retensi keringat, ditandai dengan adanya
vesikel milier.
(Adhi Djuanda, 1987).
Milliariasis adalah dermatosis yang disebabkan oleh retens keringat akibat tersumbatnya pori kelenjar keringat. (Vivian, 2010)
(Adhi Djuanda, 1987).
Milliariasis adalah dermatosis yang disebabkan oleh retens keringat akibat tersumbatnya pori kelenjar keringat. (Vivian, 2010)
Ada pendapat lain yang mengatakan bahwa miliariasis adalah
dermatosis yang timbul akibat penyumbatan kelenjar keringat dan
porinya, yang lazim timbul dalam udara panas lembab seperti daerah
tropis atau selama awal musim panas atau akhir musim hujan yang suhunya
panas dan lembab. Karena sekresinya terhambat maka menimbulkan tekanan
yang menyebabkan pecahnya kelenjar atau duktus kelenjar keringat.
Keringat yang masuk ke jaringan sekelilingnya menimbulkan perubahan
anatomi. Sumbatan disebabkan oleh bakteri yang menimbulkan peradangan
dan oleh edema akibat keringat yang tak keluar (E.Sukardi dan Petrus
Andrianto, 1988)
Pendapat yang kelima yaitu Miliariasis atau biang keringat adalah
kelainan kulit yang timbul akibat keringat berlebihan disertai sumbatan
saluran kelenjar keringat, yaitu di dahi, leher, bagian-bagian badan
yang tertutup pakaian (dada dan punggung), serta tempat yang mengalami
tekanan atau gesekan pakaian dan dapat juga dikepala. Keadaan ini
biasanya di dahului oleh produksi keringat yang berlebihan, dapat
diikuti rasa gatal seperti ditusuk, kulit menjadi kemerahan dan disertai
banyak gelembung kecil berair. (Arjatmo Tjoktronegoro dan Hendra
Utama, 2000)
Milliariasis disebut juga sudamina, biang keringat, keringat buntet, liken tropikus, atau pickle heat . ( Adhi Djuanda, 1987)
B. Etiologi Miliariasis
Penyebab terjadinya miliariasis ini adalah udara yang panas dan lembab. (Vivian, 2010)
Sering terjadi pada cuaca yang panas dan kelembaban yang tinggi.
Akibat tertutupnya saluran kelenjar keringat terjadilah tekanan yang
menyebabkan pembengkakan saluran atau kelenjar itu sendiri, keringat
yang menembus ke jaringan sekitarnya menimbulkan perubahan-perubahan
anatomis pada kulit berupa papul atau vesikel. (Hassan, 1984)
C. Patofisiologi
Patofisiologi terjadinya milliariasis diawali dengan tersumbatnya
pori-pori kelenjar keringat, sehingga pengeluaran keringat tertahan.
Tertahannya pengeluaran keringat ditandai dengan adanya vesikel miliar
di muara kelenjar keringat lalu disusul dengan timbulnya radang dan
edema akibat perspirasi yang tidak dapat keluar kemudian diabsorpsi
oleh stratum korneum. (Vivian, 2010)
Milliariasis sering terjadi pada bayi prematur karena proses
diferensiasi sel epidermal dan apendiks yang belum sempurna. Kasus
milliariasis terjadi pada 40-50% bayi baru lahir. Muncul pada usia 2-3
bulan pertama dan akan menghilang dengan sendirinya pada 3-4 minggu
kemudian. Terkadang kasus ini menetap untuk beberapa lama dan dapat
menyebar ke daerah sekitarnya. (Vivian, 2010)
D. Diagnosa Miliariasis
Adanya papul dan vesikel miliar terutama didaerah yang banyak
kelenjar ekrin, dengan atau tanpa eritem, kadang-kadang ada pustel
miliar tidak pada folikel rambut. (Hassan, 1984)
E. Diagnosa Banding Miliariasis
Impetigo, Folikulitis. (Hassan, 1984)
F. Klasifikasi Miliariasis
Tergantung dari letak kelainan, maka terdapat beberapa bentuk miliaria, diantaranya yaitu:
1. Miliaria kristalina
Pada penyakit ini terlihat vesikel berukuran 1-2 mm berisi cairan
jernih tanpa disertai kulit kemerahan, terutama pada badan setelah
banyak berkeringat, misalnya karena hawa panas. Vesikel bergerombol
tidak disertai tanda-tanda radang atau inflamasi pada bagian badan yang
tertutup pakaian. Umumnya tidak memberi keluhan subjektif dan sembuh
dengan sisik yang halus. Pada gambaran histopatologik terlihat gelembung
intra/subkorneal. Pengobatan tidak diperlukan, cukup dengan
menghindari panas yang berlebihan, mengusahakan ventilasi yang baik,
pakaian tipis dan menyerap keringat. (Adhi Djuanda, 1987)
Daerah predileksi lipat siku, lipat lutut, lipat payudara, lipat
paha dan punggung, dahi, leher, dan dada. Vesikel terletak sangat
superfisial, kecil dan tembus terang, tidak disertai tanda-tanda
inflamasi dan mudah pecah. Biasanya tidak ada keluhan subjektif.
(Hassan, 1984)
Ia timbul pada pasien dengan peningkatan keringat seperti pasien
demam di ranjang. Lesinya berupa vesikel sangat superfisial, jernih,
dan kecil tanpa reaksi peradangan, asimptomatik dan berlangsung singkat
dan cenderung mudah pecah akibat trauma teringan pun. (E.Sukardi dan
Petrus Andrianto, 1988)
2. Miliaria rubra
Penyakit ini lebih berat daripada miliariasis kristalina. Terdapat
pada badan dan tempat-tempat tekanan ataupun gesekan pakaian. Terlihat
papul merah atau papul vesikular ekstrafolikular yang sangat gatal dan
pedih. Milliaria jenis ini terdapat pada orang yang tidak biasa pada
daerah tropik. Kelainan bentuknya dapat berupa gelembung merah kecil,
1-2 mm, dapat tersebar dan dapat berkelompok. (Adhi Djuanda, 1987)
Patogenesisnya belum diketahui pasti, terdapat dua pendapat.
Pendapat pertama mengatakan primer, banyak keringat dan perubahan
kualitatif, penyebabnya adanya sumbatan keratin pada muara kelenjar
keringat dan perforasi sekunder pada bendungan keringat di epidermis.
Pendapat kedua mengatakan bahwa primer kadar garam yang tinggi pada
kulit menyebabkan spongiosis dan sekunder terjadi pada muara kelenjar
keringat. Staphylococcus juga diduga memiliki peranan. Pada gambaran
histopatologik gelembung terjadi pada stratum spinosum sehingga
menyebabkan peradangan pada kulit dan perifer kulit di epidermis. (Adhi
Djuanda, 1987)
Daerah predileksi sama seperti pada miliaria kristalina. Lesinya
berupa papulo vesikula eritematosa yang sangat gatal dan diskrit,
kemudian konfluens dengan dasar merah, sering terjadi maserasi karena
terhalangnya penguapan kelembaban. Keringat keluar ke stratum spinosum.
Bisa terjadi infeksi sekunder dengan impetigo dan furunkulosis,
terutama pada anak-anak. Terutama timbul pada bagian tubuh yang
tertutup pakaian seperti punggung dan dada. (E.Sukardi dan Petrus
Andrianto, 1988)
3. Miliaria profunda
Bentuk ini agak jarang terjadi kecuali didaerah tropis. Kelainan
ini biasanya timbul setelah miliaria rubra.ditandai dengan papula
putih, kecil, keras, berukuran 1-3 mm. Terutama terdapat di badan
ataupun ekstremitas. Karena letak retensi keringat lebih dalam maka
secara klinik lebih banyak berupa papula daripada vesikel. Tidak gatal,
dan tidak terdapat eritema. (Adhi Djuanda, 1987)
Pada gambaran histopatologik tampak saluran kelenjar keringat yang
pecah pada dermis bagian atas atau tanpa infiltrasi sel radang.
Pengobatan dengan cara menghindari panas dan kelembaban yang
berlebihan, mengusahakan regulasi suhu yang baik, menggunakan pakaian
yang tipis, pemberian losio calamin dengan atau tanpa menthol 0,25%
dapat pula resorshin 3% dalam alkohol. (Adhi Djuanda, 1987)
Daerah predileksi dapat dimana saja, kecuali muka, ketiak, tangan,
dan kaki. Lesi berupa vesikel yang berwarna merah daging, disertai
gejala inflamasi maupun keluhan rasa gatal, disebabkan penyumbatan di
bagian atas kutis. Kelenjar-kelenjar keringat tersebut sama sekali
tidak berfungsi. Biasanya timbul setelah menderita milliaria rubra yang
hebat. (Hassan, 1984)
4. Miliaria pustulosa
Pada umumnya didahului oleh dermatosis yang menyebabkan gangguan
saluran kelenjar ekrin dan terjadi pustel superfisial. (Hassan, 1984).
Lesinya berupa pustula steril yang gatal, tegas, superfisial dan tak
berhubungan dengan folikel rambut. (E.Sukardi dan Petrus Andrianto,
1988)
Penatalaksanaan
Asuhan
yang diberikan pada neonatus dengan furunkel tergantung dari keadaan penyakit
yang dialaminya. Asuhan yang lazim diberikan adalah :
b.
Kebanyakan furunkel tidak membutuhkan pengobatan dan
akan sembuh dengan sendirinya
c.
Pemeliharaan kebersihan daerah yang mengalami
furunkel serta daerah sekitarnya
d.
Pengobatan topical, lakukan kompres hangat untuk
mengurangi nyeri dan melunakkan nodul.Kompres hangat dapat dilakukan sambil
menutup ruam untuk mencegah penularan ke daerah lainnya
e.
Jangan memijit furunkel terutama di daerah hidung
dan bibir atas karena dapat menyebabkan penyebaran kuman secara homogen
f.
Bila furunkel terjadi di daerah yang janggal seperti
pada hidung atau telinga maka dapat berkolaborasi dengan dokter untuk melakukan
insisi
g.
Jika memungkinkan dapat membuka bisul dengan cara :
1)
Beri penjelasan apa yang akan dilakukan atau inform
consent
2)
Minta seseorang untuk memegangi anak
3)
Ambilah sebuah pisau bedah yang steril dan bukalah
bisul dengan segera pada puncaknya saja.Kemudian masukkan penjepit dalam luka
dan bukalah penjepitnya.Dengan cara ini, akan membuka jalan keluar untuk nanah
tanpa mengganggu sesuatu pisau bedah jangan sampai masuk ke dalam karena dapat
melukai pembuluh darah syaraf
4)
Pemberian analgetik, misalnya aspirin atau
paracetamol untuk mengatasi nyeri
5)
Tutuplah luka dengan kain kasa kering, usahakan agar
satu sudut dari kassaa dimasukkan agar tetap terbuka, sehingga nanah dapat
keluar
6)
Bersihkan alat – alat
7)
Pesankan akan ganti perban
h.
Terapi antibiotika dan antiseptic diberikan
tergantung kepada luas dan beratnya penyakit.Misalnya dengan pemberian
Achromyem 250mg 3 atau 4 kali per hari
i.
Bila furunkel terjadi secara menetap atau berulang
atau dalam jumlah yang banyak maka kenali faktor predisposisi adanya diabetes
melitus
Pencegahan
Menjaga kebersihan kulit dengan sabun cair yang mengandung
zat anti-bakteri merupakan cara terbaik untuk mencegah terjadinya infeksi atau
mencegah penularan.
Agar bayi tidak mudah bisulan, dapat dilakukan
langkah-langkah sebagai berikut:
- Jika bayi mudah berkeringat, usahakan agar keringat tersebut segera dikeringkan
- Biang keringat yang timbul pada kulti bayi harus dibersihkan dengan handuk basah
- Jaga kebersihan tubuh bayi sepanjang hari dengan sering memandikannya jika terlalu banyak keringat yang keluar
- Upayakan lingkungan di sekitar bayi selalu bersih
- Ventilasi udara di ruangan bayi harus cukup sehingga ruangan bayi tidak lembab
- Jangan kenakan bayi dengan pakaian ketat atau dari bahan yang tidak menyerap keringat
- Ganti pakaian bayi dengan segera jika basah atau kotor
- Jangan membubuhkan bedak pada kulit bayi jika keluar keringat
- Usahakan kebutuhan gizi bayi selalu terpenuhi.
- Pahami penanganannya
Tidak ada komentar:
Posting Komentar